Jumat, 20 Juni 2008

IMMUNISASI PADA LANSIA

PENDAHULUAN
Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok yang mempunyai risiko tinggi untuk mengalami penyakit berat dan kematian akibat infeksi influenza dan pneumokok 1,2.

Lebih dari 50 % pasien yang dirawat inap di rumah sakit dan 80-90 % dari angka kematian yang disebabkan influenza didapati pada kelompok usia di atas 65 tahun, sedangkan streptokok pneumonia (pneumokok) bertanggung jawab pada 25-35 % penyebab pneumonia dan merupakan penyebab paling sering dari acquired pneumonia 3,4.

Selain daripada itu, dampak yang diakibatkan oleh kedua penyakit diatas dapat berupa masa rawatan yang lebih lama, biaya rawatan yang lebih besar, komplikasi berat yang sering muncul serta menurunnya kualitas hidup pasien.

Untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh influenza dan pneumokok, advisory committee on immunization practices (ACIP) merekomendasikan imunisasi terhadap kedua penyakit tersebut. Oleh karena itu, di luar negeri seperti di Amerika Serikat, pada mereka yang berusia 65 tahun ke atas atau pada kelompok risiko tinggi untuk mendapat kedua penyakit di atas diharuskan mendapat imunisasi terhadap pneumokok dan influenza 5.

Di Indonesia imunisasi terhadap influenza dan pneumokok belum banyak dilakukan karena kurangnya informasi mengenai efektivitas imunisasi, belum adanya program imunisasi ditetapkan pemerintah terhadap lansia, biaya vaksin yang masih belum terjangkau oleh masyarakat serta belum adanya dukungan pembiayaan terhadap imunisasi oleh asuransi kesehatan.

Tujuan penulisan makalah ini adalah memberikan pengertian yang lebih baik bagi para profesi kesehatan tentang efektivitas imunisasi sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan kedua penyakit tersebut di atas.

VAKSIN INFLUENZA
Jenisnya
Vaksin influenza ada 2 jenis, yaitu : 6
● Inactivated (killed) vaccine atau flu shot , yang diberikan secara injeksi.
● Vaksin yang telah dilemahkan, yang dilisensi pada tahun 2003, diberikan dengan
nasal spray
Yang digunakan adalah inactivated vaccine,, sehingga tidak dapat menyebabkan influenza dan penyakit saluran nafas yang lain. Virus influenza sering berubah-ubah, oleh karena itu vaksin influenza harus diperbaharui setiap tahun dan direkomendasikan untuk divaksinasi setiap tahun karena imunitas yang menurun6.
Vaksin ini dapat mencegah penyakit influenza yang berat pada sebahagian yang mendapat vaksinasi, akan tetapi tidak dapat mencegah penyakit-penyakit yang menyerupai influenza yang disebabkan oleh virus-virus lain. Vaksin ini mempunyai efek proteksi 2 minggu setelah vaksinasi dan proteksi ini dapat berlanjut selama 1 tahun 6

Indikasi.
Vaksinasi influenza direkomendasikan pada orang-orang yang mempunyai risiko tinggi untuk mendapat komplikasi influenza dan pada mereka yang dapat menyebarluaskan influenza 6.
Mereka yang mempunyai risiko tinggi tersebut adalah : 5,6,7
● Berusia di atas 65 tahun.
● Menderita penyakit kronik, seperti penyakit jantung, paru, asma, ginjal, metabolik
(misalnya diabetes melitus), anemia dan kelainan darah lain.
● Gangguan neuromuskuler yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan menelan.
● Gangguan sistem imun karena HIV/AIDS, memakai steroid jangka waktu lama, penyakit kanker yang mendapat penyinaran atau sitostatik, paska transplantasi organ.
Mereka yang dapat menyebarluaskan influenza adalah : para dokter, perawat, anggota keluarga atau setiap orang yang berkontak erat dengan mereka yang berisiko tinggi untuk mendapat influenza 6
Selain daripada itu, mereka yang akan mengadakan perjalanan ke daerah tropis dan daerah di belahan bumi bagian selatan 7.
Kontraindikasi
Vaksinasi influenza tidak diberikan pada : 1,7
● Adanya riwayat alergi terhadap telur ataupun bahan vaksin sebelum vaksinasi.
● Orang yang sedang mengalami demam.
● Adanya riwayat sindroma Guillain Barre dalam 6 minggu setelah vaksinasi.
Pemberiannya
Walaupun penyakit ini dapat terjadi setiap saat, akan tetapi waktu yang paling baik untuk vaksinasi influenza di negeri yang mempunyai 4 musim adalah pada bulan Oktober atau November, karena kejadian influenza mencapai puncaknya pada bulan Februari 6.
Pemberiannya pada otot deltoid secara intramuskuler dengan dosis 0,5 cc. Dapat diberikan bersama dengan vaksin pneumokok, akan tetapi dengan semprit injeksi yang berlainan dan pada lengan yang berlainan. Hal ini tidak akan mengurangi efek samping ataupun respons antibodi terhadap vaksin lain 2.
Efek Samping
Efek samping dari vaksinasi influenza dapat berupa : 6,7.
● Rasa nyeri ringan pada tempat penyuntikan.
● Reaksi alergi pada individu yang alergi terhadap telur ayam dan bahan vaksin.
Reaksi alergi berat sangat jarang dan jika terjadi hal ini berlangsung beberapa
menit sampai beberapa jam setelah penyuntikan.
● Sindroma Guillain Barre yang terjadi pada 1 atau 2 kasus per 1000.000 orang.

VAKSIN PNEUMOKOK
Jenisnya
Vaksin yang tersedia efektif terhadap 23 jenis antigen polisakharida yang telah dimurnikan, yang merupakan 85-90 % dari semua serotipe streptokok pneumonia yang menyebabkan infeksi pneumokok invasif. Kebanyakan orang dewasa yang sehat akan mempunyai proteksi terhadap sebahagian besar atau semua tipe pneumokok dalam 2-3 minggu setelah vaksinasi. Pada lansia atau orang yang berpenyakit kronik tidak dapat memberikan respons secara efisien. Vaksin efektif mencegah penyakit sebesar 57-75 % 4,7.
Indikasi
Menurut ACIP dari Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit bahwa vaksin pneumokok direkomendasikan pada : 4,7
● Semua yang berusia 65 tahun ke atas.
● Mereka yang mempunyai risiko tinggi mendapat gangguan kesehatan seperti pasien penyakit jantung, paru, ginjal, hati, diabetes melitus, dan menurunnya sistem imun.
● Semua orang yang tinggal dan staf di fasilitas perawatan jangka panjang (panti jompo).
Kontraindikasi
Vaksinasi pneumokok tidak diberikan pada : 4
● Alergi terhadap vaksin pneumokok.
● Orang yang sedang menderita demam.


Pemberiannya
Pemberiannya dengan dosis 0,5 cc pada otot deltoid secara intramuskuler pada usia 65 tahun dengan revaksinasi setelah 5 tahun 2,4.
Efek samping
Efek samping dari vaksin pneumokok dapat berupa : 4,7
● nyeri ringan dan inflamasi pada tempat penyuntikan yang berlangsung kurang dari 48 jam dan terjadi pada ⅓-½ kasus.
● demam, menggigil dan malaise selama 1-2 hari.yang terjadi pada kurang dari 1 % kasus.
● Reaksi alergi yang berat meskipun jarang (1 dari 10.000 orang), dengan gejala sesak nafas, suara serak, pucat, lemah, pusing, takhikardia, mengi, gatal dan bintik-bintik merah, syok, yang terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah vaksinasi.

KESIMPULAN
1. Lansia merupakan kelompok yang mempunyai risiko tinggi untuk mendapat penyakit berat dan kematian akibat infeksi influenza dan pneumokok.
2. Untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh influenza dan pneumokok, perlu dilakukan imunisasi terhadap kedua penyakit tersebut.
3. Imunisasi terhadap influenza dan pneumokok hanya dapat memberikan proteksi selama beberapa waktu pada yang mendapatkannya, sehingga perlu dilakukan revaksinasi setiap tahun untuk influenza dan setiap 5 tahun untuk pneumokok.
4. Vaksinasi terhadap influenza dapat diberikan bersamaan dengan vaksinasi
terhadap pneumokok pada otot deltoid, akan tetapi diberikan pada lengan yang berbeda
5. Baik vaksin terhadap penyakit influenza maupun pneumokok mempunyai efek samping berupa nyeri pada tempat penyuntikan, demam, menggigil, malaise, reaksi alergi. Meskipun sangat jarang terjadi, dilaporkan terjadi sindroma Guillain Barre setelah vaksinasi influenza.


KEPUSTAKAAN
1. McKinney WP, Barnas GP. Influenza immunization in the Elderly : Knowledge and Attitudes do not explain physician behavior. American Journal of Public Health. Vol 79 (10) : 1422-4. 1989.
2. Kennedy RD, Cullamar K. Immunizations for Older Adults. Try this. No.21. The Hartford institute for Geriatric Nursing. Newyork university College of Nursing. 2007.
3. Warner L. Infectious Disease in A LANGE clinical manual Geriatrics Ed. Lonergan ET. First Edition (international edition). Prentice-Hall International Inc.: 123-4, 31-2. 1996.
4. QINC. Pneumococcal Disease and Immunization in the Elderly. 2001.
5. Gershon AA, Gardner P, Peter G, Nichols K, Orenstein W. Guidelines from the Infectious Diseases Society of America. Clinical Infectious Diseases. Vol 25.782- 5: 1997.
6. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Department of Health and Human Services. Inactivated Influenza Vaccine. What you need to know.National Center for Immunization and Respiratory Diseases. 2006-2007.
7. American Diabetic Association. Influenza and Pneumococcal Immunization in Diabetes. Diabetes Care. Vol 27 : 5111-2.2004.

Tidak ada komentar: